Tidak ada yang lebih mengerikan bagi seorang penulis daripada tidak dapat menciptakan satu kalimat pun, apalagi menghadapi halaman kosong tanpa sehuruf pun. Meskipun aku mungkin tidak terdengar seperti penulis best seller, setidaknya aku telah menyelesaikan tesis sarjana (dengan susah payah, digarisbawahi) dan koran terbatas yang berisi ungkapan rasa syukur serta keluhan tentang orang-orang terdekatku.
Writer's block adalah musuh terbesarku. Ide-ide yang seharusnya bisa disusun dengan baik tiba-tiba menguap seperti udara. Kepalaku yang penuh dengan gagasan harusnya bisa terorganisir, tetapi malah meluncur deras seperti air bah—oh, sungguh mengerikan! Berbagai cara sudah ku coba untuk mengatasi hal ini, mulai dari beristirahat, melakukan perawatan diri, membaca buku baru, hingga menonton film.
Belakangan ini, aku menyadari bahwa ketidakproduktivanku juga dipengaruhi oleh doomscrolling di media sosial, terutama berita buruk tentang kondisi politik dan ekonomi yang sedang dalam transisi. Kini, aku mengerti mengapa banyak orang tua melarang anak-anak mereka menggunakan gadget secara berlebihan. Meskipun usiaku sudah cukup matang, aku tetap merasa overwhelmed jika terlalu banyak menyerap informasi negatif. Aku bahkan memasang batasan pada aplikasi tertentu agar tidak frustasi.
Di tengah siklus terblokirnya kreativitas ini, aku kadang hanya bisa mengumpat pada tembok kamarku. Sesekali, aku menghubungi seorang teman, mengucapkan sepatah dua kata, lalu menangis sesenggukan. Ajaibnya, temanku tetap di sana menantiku untuk melanjutkan pembicaraan. Aku memutar lagu favorit berulang kali, menonton film yang pasti membuatku menangis, dan berusaha tidur lebih berkualitas.
Satu hal yang menyadarkanku di tengah krisis kreativitas menulis adalah: jika aku sendiri tak menyukai tulisanku, bagaimana mungkin pembacaku akan menyukainya? Hal ini mendorongku untuk lebih mencintai karyaku sendiri, sebab aku tak ingin mengambil tugas membenci yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang tidak menyukai, atau bahkan musuhku.
Salah satu kutipan dari penulis favoritku selalu terngiang di kepalaku: menyukai tulisan sendiri adalah kewajiban, dan jika tulisan itu menginspirasi serta disukai orang lain, itu adalah bonus.